KEPEMILIKAN PERSPEKTIF ISLAM

Written by aren giff 0 komentar Posted in:

A. Pendahuluan
Semua harta atau kekayaan yang ada di bumi ini pada hakekatnya adalah milik Allah SWT secara mutlak dan tunduk kepada aturan yang telah digariskanNya. Dan semua yang ada di langit dan di bumi ini sebenarnya diperuntukkan bagi manusia untuk keperluan hidupnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam al-Quran: surah al-Baqarah:29

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍعَلِيم
(Dialah, Allah yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu)
Secara logika dapat dipastikan apa-apa yang diciptakan Allah SWT untuk manusia pastilah mencukupi untuk seluruh manusia. Persoalan kepemilikan terjadi ketika manusia berkumpul membentuk suatu komunitas dan berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan akan kelangsungan hidupnya. Dalam perjalanan selanjutnya dijumpai ada sekelompok manusia yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya namun tidak sedikit pula ada kelompok manusia lain yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Disinilah kemudian urgensitas pembahasan konsep kepemilikan ini agar benar-benar dapat menjadi jawaban bagaimana seharusnya pengaturan kepemilikan terhadap segala yang sudah dianugerahkan oleh Allah SWT dapat memenuhi kebutuhan hidup seluruh manusia secara adil.


B. Pembahasan
Agar lebih jelas tentang kepemilikan, maka di sini dinukilkan pendapat beberapa pakar tentang arti kepemilikan. Hussain Abdullah menjelaskan kepemilikan (al-milkiyyah) adalah cara atau usaha yang boleh bagi manusia untuk mendaya-gunakan dan memanfaatkan sesuatu dari jasa atau barang.3 Muhammad H. Behesti menjelaskan kepemilikan adalah menunjukkan suatu hubungan sosial dan diakui antar individu atau antar kelompok dengan barang, atas dasar norma-norma yang berlaku di masyarakat, dan mencerminkan hak milik yang sah, dan pada saat yang sama menghalangi pihak lain dari hak-hak seperti itu.
Yang paling urgen untuk dipahami terkait dengan kepemilikan adalah masalah penilaian tentang kepemilikan. Bila dikaji secara mendalam, penilaian dari suatu realitas -termasuk kepemilikan- sangat tergantung pada ideologi atau aqidah.5 Ideologi inilah yang menurut Liddle yang akan menghasilkan realitas sosial, dalam arti ideologi inilah yang akan memberikan konsepsi-konsepsi yang patut dikejar sekaligus cara mengejarnya.6 Lebih lanjut Fazlur Rahman menegaskan masyarakat Islam dibentuk karena ideologinya, yaitu “Islam”. Ideologi itulah weltanschauung, yang menjelaskan realitas tertentu, atau cara memandang realitas. Walhasil bila membahas konsepsi mendasar kepemilikan harus dilihat dari ideologi yang mendasari pandangan dan penilaian tentang kepemilikan tersebut.
Secara garis besar, bahwa di dunia ada tiga ideologi, yaitu kapitalisme-liberalisme, sosialisme-komunisme dan religius (Islam). Dalam era sekarang ideologi kapitalisme yang mendominasi percaturan dunia baik dari aspek politik, ekonomi dan militer. Sedangkan ideologi Islam masih dalam tataran rekonstruksi dan restrukturisasi menuju kebangkitan. Walhasil bisa dikatakan ideologi sosialisme-komunisme sudah mengalami masa keberakhiran dan kejompoan dan hilang dari peredaran bersamaan dengan ambruknya soko guru sosialisme-komunisme yakni Uni Sovyet, dan kapitalisme sedang mengalami era “kejayaan”, sedangkan ideologi Islam sedang menuju super power masa depan.

Terkait dengan masalah kepemilikan kapitalisme memandangnya sebagai sesuatu yang sangat individual, dalam arti individu diperlakukan sebagai wujud yang mandiri secara mutlak, tanpa disertai ketergantungan pada unsur-unsur eksternal. Atau bisa disimpulkan asas kepemilikan yang ada pada kapitalisme seperti yang dijelaskan oleh Muhammad al-Bahi, yaitu: Pertama, harta yang sudah dimiliki oleh individu, maka kepemilikan itu adalah menjadi hakekat yang mutlak, dalam arti tidak bisa diganggu gugat. Kedua, tidak ada individu selain dari pemilik harta itu yang bisa berserikat dalam hak miliknya. Ketiga, hasil dan keuntungan dari harta akan kembali kepada pemilik harta itu saja. Keempat, kebebasan untuk berusaha dan menciptakan sarana dalam mengembangkan harta terserah kepada pemiliknya, dan tidak ada orang atau organ lain yang berhak mengawasi atau melarangnya.
Adapun sosialisme memandang bahwa individu tidak mempunyai kemandirian sama sekali, individu ini menerima kecakapan dari masyarakat. Jadi yang mempunyai eksistensi sejati adalah keseluruhan masyarakat, dan individu sama sekali tidak mempunyai realitas, apapun bentuknya. Terkait dengan ketidakberhakan individu, sosialisme-komunisme memandang lembaga kepemilikan individu harus dihancurkan, sehingga tidak akan ada klaim kepemilikan dari individu.13 Akhirnya sosialisme mendukung penasionalisasian sumber-sumber produksi. Karena sumber-sumber produksi bila diberikan pada individu akan mengakibatkan terciptanya kelas-kelas yang saling bertentangan dalam masyarakat, sehingga hubungan mereka akan terputus. Hal inilah yang akan memberikan peluang kepada kaum kapitalis untuk mengeksploitasi dan menghisap rakyat kecil
Adapun ideologi Islam terkait dengan aturan ekonomi adalah berbeda dengan ideologi yang lain. Hal ini bisa dilihat dari macam kepemilikan dan nilai filosofis yang terkait dengannya. Islam membagi masalah kepemilikan menjadi tiga macam; Pertama, kepemilikan individu (al-milkiyyah al-fardiyyah). Kedua, kepemilikan umum (al-milkiyyah al-‘ammah). Ketiga, kepemilikan negara (al-milkiyyah al-daulah).16
Sadangkan dalam islam kepemilikan individu selalu didasarkan pada agama, yaitu kepemilikan yang pada dasarnya hanya bersifat sementara, dan bukan menguasai secara mutlak teradap sumber-sumber produksi, tetapi ia hanya memiliki kemanfaatannya. Semua yang ada di alam semesta ini termasuk sumber daya alam bahkan harta kekayaan yang di kuasai manusia adalah milik Allah Swt. Sebagaimana hadis nabi SAW
حَدَّثَنَا يَزِيْدُ بْنُ عَبْدِ رَبِّهِ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيْدِ حَدَّثَنِيْ جُبَيْرُ بْنُ عَمْرٍو الْقُرَشِيُّ حَدَّثَنِي أَبُو سَعْدٍ اْلأَنْصَارِيُّ عَنْ أَبِيْ يَحْيَ مَوْلَى آلِ الزُّبَيْرِ بْنِ الْعَوَّامِ رَضِيَ الله ُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبِلاَدُ اللهِ وَالْعِبَادُ عِبَادُ اللهِ فَحَيْثُمَا أَصَبْتَ خَيْرًا فَأَقِمُ.
Artinya: negara adalah milik Allah, hamba juga milik Allah, jika engkau mendapatkan kebaikan maka lakukanlah/tegakkanlah.
Manusia sebagai kolifah di muka bumi, ia berkewajiban mengelola alam untuk kepentingan umat manusia, dan kelak ia wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan sumberdaya alam yang di lakukan. Dalam menjalankan tugasnya, manusia mendapatkan kekayaan yang menjadi miliknya untuk memenuhi kebutuhan diri beserta keluarganya dan sebagian lagi untuk kepentingan masyarakat. Meskipun ia memiliki tetapi ia tidak boleh merusak ataupun menelantarkannya, mengingat kepemilikan ini adalah relatif dan amanah dari Allah Swt.
Kepemilikan umum didefinisikan sebagai izin al-shari‘ kepada suatu komunitas untuk sama-sama memanfaatkan suatu barang. Negara tidak berhak mengubah kepemilikan tersebut menjadi kepemilikan individu. Kepemilikan umum tersebut tampak pada tiga macam yaitu; Pertama, merupakan fasilitas umum, di mana jika tidak ada di dalam suatu negara atau komunitas, akan menyebabkan sengketa atau kesulitan. Kedua, bahan tambang yang tidak terbatas. Ketiga, benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki perorangan.19
Dalil adanya kepemilikan umum ini berdasarkan sabda Nabi:
عن ابن عباس رضى الله عنه قال قال رسول الله صلعم المسلمون شركاء في الثلث في الماء والكلاء والناروثمنه حرام قال ابوسعيد يعنى الماءالجارى
Artinya :
Dari Ibnu Abbas ra rasul bersabda : orang muslim berserikat dalam tiga perkaraa : air, rerumputan dan api dan harganya haram dan Abu Said berkata maksudnya adalah air yang mengalir.
Mengenai bahan tambang yang tidak terbatas jumlahnya, berdasarkan Hadith dari Abya}d bin }Hammal al-Mazini, bahwa ia telah meminta kepada Nabi untuk mengelola tambang garam. Lalu Nabi memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki dari majelis t21
ersebut bertanya:
أتدرى ما قطعت له؟ إنما قطعت له الماء العد. قال فانتزعه منه.
(Tahukah anda wahai Rasulullah, apa yang telah anda berikan kepadanya? Sesungguhnya anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir. Rasulullah kemudian bersabda: Tariklah tambang tersebut darinya).
Kepemilikan negara merupakan harta yang menjadi hak seluruh warga negara, yang pengelolaannya menjadi wewenang penguasa, di mana dia bisa mengkhususkan kepada seseorang atau suatu kaum sesuai dengan kebijaksanaan-nya. Atas dasar inilah maka tiap kepemilikan yang pengelolaannya tergantung pada pandangan dan ijtihad penguasa, maka hak milik tersebut dianggap sebagai hak milik Negara.22
Itulah cara pandang Islam terhadap kepemilikan. Hemat penulis, cara pandang Islam ini lebih adil dan sangat mendasar. Bila dikomparasikan dengan dua ideologi yang lain (kapitalisme dan sosialisme), Model kepemilikan versi Islam adalah yang paling sesuai dengan fitrah manusia. Karena memang tidak bisa dipungkiri bahwa dalam diri manusia punya potensi untuk memiliki dan menguasai sesuatu. Begitu juga dalam masyarakat diperlukan kepemilikan yang sifatnya umum dan kepemilikan yang ditangani oleh negara.
Islam juga memperingatkan tentang kepemilikan agar tidak melupakan Allah dan tidak melakukan kepemilikan yang dilarang oleh-Nya serta agar tidak mengabaikan rasa sosial. Dan inilah aturan Islam yang sangat adil, etis serta mengena pada nurani manusia.
Walhasil aturan Islam adalah aturan yang lebih canggih dan modern serta sesuai dengan fitrah manusia. Sebuah aturan yang bersumber pada aqidah Islam, suatu aturan yang sama sekali beda, khas dan spesifik, dan tidak dapat dipadankan dengan aturan lain mana pun dari semua sistem yang ada, baik dari aspek ekonomi, pemerintahan, sosial dan yang lain,23 sebuah aturan yang tidak melupakan aspek transendental dan eskatologis, aturan yang akan memberi kesejahteraan dan keselamatan di dunia, dan akan membawa kebahagiaan di akhirat, aturan yang akan menjadikan Allah hadir dan mengawasi dalam tiap perilaku muslim.
C. Kesimpulan
Ownership/al-milkiyyah (kepemilikan) adalah usaha bagi manusia untuk mendayagunakan dan memanfatkan suatu barang atau jasa. Dalam pandangan kapitalisme hak individu untuk kepemilikan tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun dan apapun selama tidak mengganggu otoritas dan kebebasan individu lain. Juga asas mashlahah naf‘iyyah atau kemanfaatan sangat dominan tanpa memandang apakah kemanfaatan yang dilakukan itu tercela atau terpuji. Sosialisme memandang bahwa individu tidak mempunyai kemandirian sama sekali, individu ini menerima kecakapan dari masyarakat, sehingga yang mempunyai eksistensi sejati adalah keseluruhan masyarakat. Islam membagi kepemilikan ke dalam tiga kelompok, yaitu kepemilikan individu (al-milkiyyah al-fardiyyah), kepemilikan umum (al-milkiyyah al-‘ammah), dan kepemilikan negara (al-milkiyyah ad-daulah).

DAFTAR PUSTAKA
Mohtar Mas’oed, Negara, Kapital dan Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994.
Masdar F. Mas’udi, Kontekstualisasi Doktrin Islam,1973
Nafis, Abdul Wahid, Ekonomi Makro Islam, Jakarta: Mitra Abadi Press, 2011.
Subandi, Sistem Ekonomi Indonesiai, Bandung: Alfabeta, 2009.
Diana, Ilfi Nur, Hadis-Hadis Ekonomi, Malang: UIN Malang Press, 2008.

0 komentar:

Posting Komentar

Pages

Total Tayangan Halaman

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini